Marry or Not to Marry

As foreword I don’t know if the subject above will be the proper title for this posting bellow. I hope it will be the proper representation of what I am going to share here. I am not a good storyteller neither a native english speaker. Therefore I will use mix language, Indonesia and English, for this posting. I do hope my readers get the essence of what I am going to say.

Apa sih gender itu? Apa sih kodrat itu? When I was a student, my teacher described what gender means. Gender is not sex (jenis kelamin). That’s what I remember. Gender menyangkut peran sosial seseorang yang dibentuk di masyarakat. As example a woman should be at home. She should serve her husband and be a good housewife.

On the other side kodrat adalah takdir yang kita bawa dari lahir. Another example we can’t choose to be born as a female or male baby. We can’t choose our sex. If we could, there would be no shemale and operasi ganti kelamin bakal jadi komoditi tak laku. Second example only woman is able to give birth, menyusui, having monthly periodical cycle.

The two above are still warming up before we heading to the point of my tought. Here we go.......

One day I read an article on a newspapers. A lady who writes that article said that marriage, being a mother, and bla bla bla is a woman’s faith –– I do hope this word, faith, will be the proper translation of “kodrat”. I don’t find the exact word from my indonesia-english dictionary. Aku dibuat gusar oleh kata-kata dalam artikel itu tadi. Hello lady who writes that article!!!!! To marry or not to is our life option. Choosing a decision to marry or not is an option of life. It seems that this lady has been influenced, may be poisoned, by an ancient prehistorical opinion which says, “semua orang dilahirkan berpasangan dan HARUS menikah”. Jadi kalau seseorang tidak menikah maka masyarakat menganggap ada yang salah dengan dirinya. Ada yang kurang dengan dirinya. Ada apa-apa dengan dirinya dan bla bla bla sehingga dia tidak punya pasangan hidup. Masyarakat menganggap orang yang tidak punya pasangan hidup is a miserable and pathetic person. Dia akan melewati hari tuanya dengan kesepian dan kesengsaraan. Dia akan melewati hari tuanya di panti jompo dan tidak ada seorangpun dari anak/ cucu/ sanak saudaranya yang akan mengunjungi dia di akhir pekan karena dia tidak pernah menikah.

Menurutku menikah atau tidak adalah sebuah pilihan hidup. Jika aku bisa hidup lebih bebas dengan tidak menikah maka lebih baik I am staying single. Jika keadaan keuanganku bisa lebih baik dengan tidak menikah maka lebih baik aku tetap single. Menurutku hidup dalam pernikahan memerlukan biaya 2x lebih besar daripada hidup single. Wong yang hidup di satu atap ada 2 orang bukan satu. Apalagi kalo punya anak. Whuah!!!!! Habis tuh duit buat sekolah, makanin anak, biayain pengeluaran buat anak, apalagi kalo anaknya udah kenal cinta. WOOOOOW!!!! Tuambaaaaaah gedeeeeee!! Mending uang ditabung buat keliling dunia.

Dunia ini begitu luas. Kenapa harus menetap dan tinggal di satu tempat? Begitu banyak orang yang bisa ditemui di dunia ini. Banyak hubungan yang bisa dijajaki dengan banyaknya orang di dunia ini. Jadi kenapa harus hidup terikat dengan satu orang? Sampe mampus lagi!! “Till death do us apart”, begitu katanya. Jika aku bisa bertemu dengan 100 orang dalam satu hari kenapa aku harus menemui satu orang saja. Orang yang sama sampai salah satu dari kami meninggal. Membosankan.

Sebetulnya ini dari hidup melajang adalah meraih lebih banyak kesempatan dalam hidup karena dirimu tak dibatasi oleh aturan-aturan pernikahan. Inti melajang adalah kebebasan. Menikah bukanlah takdir yang digariskan Tuhan untuk manusia. Itu adalah pilihan hidupmu dan aku.

“Tapi kan di kitab suci dikatakan Tuhan menitahkan kita untuk beranak cucu dan bertambah banyak dalam jumlah dah bilangan.” Begitu sanggahmu.

“Iya!”, jawabku cepat. Aku melanjutkan, “Dulu kan jaman manusia masih sedikit. Cuma ada Adam dan Hawa aja kan?”. “Kalo misalnya hanya mereka berdua aja yang mengelola dunia ini kan kecapekan merekanya. Wong dunia begini luas. Lagian kalo mereka meninggal siapa yang akan melanjutkan pengelolaan dunia ini kalo bukan anak cucu mereka yaitu kita.”

“Mungkin Tuhan harus menciptakan manusia generasi kedua setelah Adam dan Hawa mati,” celetukmu.

Aku tidak anti menikah. Sungguh. Aku hanya belum memikirkan kearah sana. Being a single has not been my final decision. I have no traumatic love story which makes me to think this way. I surely not have. I only think that being a single will give me alot opportunity rathen than being a married woman. Currently I am open to any possibility of relationship. Bisa saja aku menikah. Bisa saja tidak.

Bagiku menjadi single sekarang membantuku fokus terhadap karir yang sedang aku bangun. Aku tidak punya masalah dengan patah hati sekarang ini. Heart broken will be fatal distraction for my career pursuing. I am grateful for that. I am grateful kalo aku punya waktu-waktu yang menyenangkan dan gila with my male and female friends.

Menikah seharusnya menjadi pilihan yang membahagiakan bagi yang memilihnya. Berstatus single seharusnya menjadi keadaan yang membahagiakan bagi yang masih mencari tambatan hati dan menjadi single semestinya menjadi pilihan yang membahagiakan bagi memilihnya. Menjadi single bukanlah kutukan. Menurutku menjadi single bukan status yang memalukan. Hello ladies out there it’s your choice whether to marry or not!